Kerja di rumah
Home » » Jantarmas Terancam Dikriminalisasikan Setelah 26 Tahun Mengabdi (detikcom)

Jantarmas Terancam Dikriminalisasikan Setelah 26 Tahun Mengabdi (detikcom)

--> Jakarta - Puskesmas Pembantu (Pusaban) Desa Semayang Kecamatan Kenohan berdiri di atas rawa yang tengah kebanjiran. Dinding dari papan nampak mengelupas di sana-sini. Jantarmas, selama 15 tahun menjaga masyarakat desa tersebut plus 2 desa lainnya tanpa kepanikan. Kini, bukannya damai ketika menapaki masa pensiun, Jantarmas malah dihantui penjara akibat dampak kasus Misran.

“Sebelum di sini, saya ditempatkan di kecamatan sebelah selama 11 tahun. Total sudah 26 tahun. Saya mengabdi sejak 1984,” kisahnya kepada detikcom di pusban Desa Semayang, Kecamatan Kenohan, Kutai Kartanegara, Kaltim, Jumat, (23/4/2010).

Sebelum kasus Misran mencuat, dia bahu membahu bersama warga menjaga kesehatan masyarakat. Bapak 3 anak ini kenyang makan garam mengobati warga layaknya dokter seperti menyuntik, sunat, bius dan sebagainya. Sayangnya, akibat kasus Misran, dia hanya bisa mengecek tensi darah dan memberikan nasehat kesehatan. Setelah itu, dia merujuk ke dokter terdekat di Kota Bangun dengan lama perjalanan 1,5 jam lewat sungai.

Padahal untuk mencapai Kota Bangun, minimal dikeluarkan biaya Rp 200 ribu buat sewa ketinting (sampan bermotor). “Ya bagaimana lagi, orang tak boleh. Kalau ini terus menerus, takutnya saya diusir warga,” ujarnya singkat.

Dia memohon kepada pemerintah untuk memperhatikan kesehatan masyarakat kecil yang kesusahan. Padahal, dokter hanya datang satu bulan satu kali. Padahal, penyakit datang setiap hari.

“Kalau di sini, maksimal Rp 50 ribu, sedangkan jika ke Kota Bangun harus menambah biaya transportasi Rp 200 ribu. Belum lagi kalau sakitnya parah,” kisahnya.

Di tengah pembicaraan tersebut, tiba-tiba pintu diketok oleh warga. Tanpa alas kaki, Juraidah (37), minta disuntik oleh Jantarmas karena darah tingginya naik. Lantas, Jantarmas pun mempersilakan masuk ke ruang pemeriksaan. Usai mengecek tensi darah, Juraidah dipersilahkan pergi ke dokter terdekat.

"Wah, sudah 3 tahun saya ke sini. Tapi gara-gara Misran dipenjara, Pak Mentri (panggilan akrab warga kepada mantri desa) tidak menyuntik lagi,” tutur Juraidah.

Dia mencontohkan saudaranya yang hendak melahirkan. Karena mantri tak boleh membantu kelahiran, keluarga membawanya ke dokter terdekat jam 02.00 WIB dini hari. Di tengah gelap malam, kilatan petir dan badai besar, calon ibu tersebut terombang-ambing di atas ketinting (sampan) selama beberapa jam. Bahkan, akibat cuaca buruk, perempuan tersebut akhirnya terdampar di desa Melintang, desa
yang tak punya dokter.

Kemudian, setelah pagi, baru diantar ke dokter di Kota Bangun. “Saya mohon pemerintah pusat memahami kami yang disini,” pintanya.

Kasus mantri desa Misran sendiri bermula ketika hakim PN Tenggarong yang diketuai oleh Bahuri dengan hakim anggota Nugraheni Maenasti dan Agus Nardiansyah memutus hukuman 3 bulan penjara, denda Rp 2 juta rupiah subsider 1 bulan pada 19 November 2009.

Hakim menjatuhkan hukuman berdasarkan UU 36/ 2009 tentang Kesehatan  pasal 82 (1) huruf D jo Pasal 63 (1) UU No 32/1992 tentang Kesehatan yaitu Mirsan tak punya kewenangan memberikan pertolongan layaknya dokter.  Putusan ini lalu dikuatkan oleh PT Samarinda, beberapa pekan lalu. Akibat putusan pengadilan ini, 13 mantri memohon keadilan ke MK karena merasa dikriminalisasikan oleh UU Kesehatan.

(asp/ape)

0 komentar:

Posting Komentar