Sudah tidak bisa dipungkiri lagi kalau di Indonesia sudah terlalu banyak jumlah keluarga yang berada dibawah garis kemiskinan. Hal itu salah satu faktor utama banyaknya anak jalanan yang mengabaikan pendidikan mereka untuk ikut mencari uang demi menopang kebutuhan keluarga. Ironis memang, dimana Indonesia dikenal sebagai negara yang mempunyai penduduk beragama Islam paling banyak. Padahal, agama Islam dengan sangat jelas dan tegas mengatur mengenai pemerataan kesejahteraan umat. Salah satu alat untuk mencapai pemerataan kesejahtaraan ini adalah zakat.
Secara Bahasa (lughat), berarti : tumbuh; berkembang dan berkah (HR. At-Tirmidzi) atau dapat pula berarti membersihkan atau mensucikan (QS. At-Taubah : 10). Sedangkan menurut terminologi syari’ah (istilah syara’), zakat berarti kewajiban atas harta atau kewajiban atas sejumlah harta tertentu untuk kelompok tertentu dalam waktu tertentu.
Secara jelas Islam mengatur golongan-golongan yang berhak menerima zakat, hal itu dimaksudkan agar zakat yang merupakan pembersih harta tidak di salurkan kepada golongan yang benar-benar berhak. âSesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk/milik orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para Muâallaf yang dibujuk hatinya,untuk (memerdekaan) budak, orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Biajaksana.â *At Taubah 60.
Pada praktiknya distribusi zakat dapat bersifat konsumtif dan produktif. Zakat konsumtif dapat berupa bahan makanan pokok, sandang, dan lain-lain, sedangkan zakat produktif dapat berupa modal usaha. Zakat produktif inilah yang diharapkan mendorong keluarga miskin untuk berusaha mandiri agar dapat keluar dari garis kemiskinan.
Zakat secara produktif ini bukan tanpa dasar, zakat ini pernah terjadi di zaman Rosulullah dikemukakan dalam sebuah hadits riwayat Imam Muslim dari Salim Bin Abdillah Bin Umar dari ayahnya, bahwa Rosulullah telah memberikan kepadanya zakat lalu menyuruhnya untuk dikembangkan atau disedekahkan lagi.
Dalam kaitan dengan penyaluran zakat yang bersifat produktif, ada pendapat menarik yang dikemukakan oleh Syekh Yusuf Qardhawi, dalam bukunya yang fenomenal, yaitu Fiqh Zakat, bahwa pemerintah Islam diperbolehkan membangun pabrik-pabrik atau perusahaan-perusahaan dari uang zakat untuk kemudian kepemilikan dan keuntungannya bagi kepentingan fakir miskin, sehingga akan terpenuhi kebutuhan hidup mereka sepanjang masa. Dan untuk saat ini peranan pemerintah dalam pengelolaan zakat digantikan oleh Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat.
Menurut K.H. Didin Hafidhuddin,M.Sc.,, BAZ ataupun LAZ, jika memberikan zakat yang bersifat produktif, harus pula melakukan pembinaan dan pendampingan kepada para mustahik agar kegiatan usahanya dapat berjalan dengan baik. Disamping melakukan pembinaan dan pendampingan kepada para mustahik dalam kegiatan usahanya, BAZ dan LAZ juga harus memberikan pembinaan ruhani dan intelektual keagamaannya agar semakin meningkat kualitas keimanan dan keIslamanannya.
Selain sebagai modal usaha, penyaluran zakat produktif juga dapat berupa penyediaan sarana kesehatan gratis dan sekolah gratis untuk anak keluarga miskin. Tetapi sekali lagi, pendataan keluarga miskin ini harus dilakukan dengan ketat agar zakat tidak terdistribusi kepada golongan yang tidak berhak.
Penyaluran zakat produktif ini bukan tanpa kendala. Kendala utama adalah tidak diwajibkannya masyarakat menyalurkan zakat melalui BAZ. Hal ini dkhawatirkan tidak ada kesadaran masyarakat yang memberikan zakat sendiri untuk memberikan zakat secara produktif, dari pengalaman yang ada, kebanyakan masyarakat memberikan zakat mereka dalam bentuk barang konsumsi, hal itu memang di perbolehkan dalam Islam, tetapi hal itu dirasa kurang efektif karena manfaatnya hanya dirasakan sementara waktu.
Kerjasama semua pikak, baik para muzakki, Badan Amil Zakat dan mustahik sangat diperlukan untuk optimasi penyaluran zakat produktif . Penyaluran zakat produktif ini diharapkan dapat mendorong rakyat Indonesia untuk mandiri dan mengurangi ketergantungan dengan orang lain. Hal itu tentunya dapat mengurangi jumlah keluarga miskin di Indonesia, dan secara tidak langsung dapat mengurangi jumlah anak jalanan.
0 komentar:
Posting Komentar